PEM Akamigas hingga saat ini masih mewajibkan mahasiswanya untuk tinggal di asrama Vyatra, terutama untuk tingkat 1 dan 2. Dari Dari Vyatra 1 hingga 7 untuk mahasiswa laki-laki, sedangkan Vyatra 8 untuk perempuan. Banyak kisah yang timbul dari keberagaman latar belakang mahasiswa PEM Akamigas. Seperti halnya yang dikisahkan oleh Rakha Faiz Firgiawan, satu mahasiswa Teknik Mesin Kilang yang kini telah tingkat 2 (03/10/2024).
Rakha, sejak ditingkat 1 ditempatkan sekamar dengan Marcel, Alfandi, dan Ridho. Sesama mahasiswa baru Teknik Mesin Kilang, mereka berasal dari latar belakang keluarga dan suku yang berbeda, awalnya hanyalah teman sekamar biasa, namun seiring waktu, mereka menjadi lebih dari sekadar teman, mereka menjadi saudara.
Rakha, Marcel, Alfandi, dan Ridho, empat mahasiswa asal daerah yang berbeda, Rakha yang berasal dari Sidoarjo, Marcel yang berasal dari Manado, Alfandi yang berasal dari Indramayu, dan Ridho yang berasal dari Lombok tinggal bersama di kamar asrama yang sama. Mereka menjalin persahabatan yang mendalam setelah menemukan banyak kesamaan dalam hidup mereka, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda. Kisah persahabatan ini menunjukkan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan kekuatan yang mempererat ikatan mereka.
Di Asrama PEM Akamigas, yang terletak di Cepu, Blora Jawa Tengah, tempat mereka tinggal selama masa kuliah selama 4 tahun. Kisah persahabatan ini terjadi selama 2 tahun, mereka tinggal bersama di asrama, seiring berjalannya waktu mereka saling memahami dan mendukung satu sama lain. Mereka mulai menemukan banyak kesamaan setelah berbincang dan berbagi pengalaman hidup. Kesamaan dalam hobi, latar belakang keluarga, bahkan kenangan masa kecil, membuat hubungan mereka semakin kuat. Mereka menyadari bahwa meskipun berbeda, mereka memiliki banyak hal yang menghubungkan.
Melalui berbagai aktivitas bersama, seperti saling membantu dalam tugas kuliah, berbagi cerita pribadi, dan bertukar pengalaman dari daerah asal masing-masing, mereka membangun kedekatan. Proses pendekatan ini menunjukkan bahwa keterbukaan dan saling mendukung adalah kunci utama dalam mempererat hubungan antar teman. Rakha yang mengenang perjalanan persahabatan mereka, mengatakan, “Mereka bukan sekadar teman sekamar, mereka sudah seperti saudara.”
Ridho menambahkan, “Kami adalah bukti bahwa perbedaan bisa menjadi saudara dan kekuatan, bukan penghalang.” Kisah persahabatan mereka mengajarkan bahwa persahabatan sejati tidak ditentukan oleh asal-usul, tetapi oleh kemampuan untuk saling memahami, mendukung, dan tumbuh bersama.
Persahabatan sejati tidak mengenal batas suku, budaya, atau latar belakang. Melalui keterbukaan, saling mendukung, dan ketulusan hati, perbedaan dapat menjadi kekuatan yang memperkaya hidup. Kisah persahabatan Rakha, Marcel, Alfandi, dan Ridho mengingatkan kita bahwa persahabatan adalah anugerah yang dapat tumbuh di tempat yang tak terduga, bahkan di balik pintu kamar asrama yang semula asing. (Rakha Faiz Firgiawan, drm, https://akamigas.ac.id/)
WhatsApp us