Panas bumi merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan relatif ramah terhadap lingkungan, terutama karena tidak menimbulkan efek rumah kaca. Dalam buku Handbook of Geothermal Energy, Chilingar dkk mendefinisikan energi panas bumi sebagai panas alami di dalam bumi yang terperangkap dan tidak terhubungkan dengan permukaan sehingga bisa diekstraksi secara ekonomi. Energi panas bumi dihasilkan dari ekstraksi panas yang tersimpan di dalam bumi yang berasal dari transfer panas dari sumber magma.
Seperti diketahui bahwa thermal gradien (landaian suhu) pada kondisi normal adalah sekitar 300C/km, tetapi pada lapangan panas bumi kenaikan suhunya dapat melebihi landaian suhu pada kondisi normal. Aliran panas di dalam bumi pada lapangan panas bumi rata-rata mencapai 1,5 x 10-6 cal/cm2/detik dan menghasilkan gradien geotermal sekitar 10C/50 m, sehingga pada kedalaman 1000 – 2000 m suhunya dapat mencapai 1500 – 3000C atau lima hingga sepuluh kali dari kondisi normal.
Ada beberapa persyaratan mendasar pada suatu sistem panas bumi, yaitu :
1. Sumber panas yang cukup besar
2. Reservoar yang mengakumulasikan panas
3. Penghalang/lapisan tudung (cap rock)
Untuk memperkirakan sumberdaya panas bumi dapat dilakukan dengan didasarkan pada data-data geologi dan geofisika, seperti :
1. Kedalaman, ketebalan dan penyebaran reservoar
2. 2 . Properti dari formasi batuan
3. 3. Salinitas dan geokimia fluida reservoar
4. Temperatur, porositas dan permeabilitas formasi batuan
Lapangan panas bumi ditemukan hampir di seluruh dunia dengan beragam kondisi tatanan geologi. Daerah dengan aliran panas yang tinggi, dimana sistem panas bumi temperatur tinggi berada biasanya berasosiasi dengan zona vulkanisme dan daerah pembentukan pegunungan pada zona tumbukan lempeng. Masing-masing sistem panas bumi yang berbeda akan dicirikan oleh karakteristik dan potensi yang berbeda pula, hal ini akan tercermin pada kondisi kimia fluida. Komposisi kimia pada air dan gas di panas bumi mengandung informasi yang penting mengenai hidrologi lapangan panas bumi dan kondisi di reservoar.
Nicholson pada tahun 1993 dalam bukunya yang berjudul “Geothermal fluids: Chemistry and exploration Techniques” mengungkapkan bahwa secara umum lapangan panas bumi dapat dikelompokkan menjadi dominasi uap dan dominasi air, temperatur rendah dan temperatur tinggi, sedimen dan vulkanik serta entalpi rendah, sedang dan tinggi. Komposisi fluida panas bumi dapat terdiri dari uap,air ataupun gabungan keduanya. Pada kebanyakan reservoar, komposisi utamanya terdiri dari air dan uap sehingga sering disebut dengan lapangan panas bumi dua fasa. Lapangan dengan dominasi air umumnya lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan dominasi uap. Lapangan dengan dominasi uap hanya ditemukan di empat lokasi di dunia yaitu Larderello di Italia, Geysers di Amerika, Kamojang dan Darajat di Indonesia. Lapangan dengan dominasi uap dapat terjadi di lokasi dengan luas yang cukup besar (sampai puluhan km2) dan secara vertikal kedalaman reservoarnya dapat mencapai lebih dari 3 km, seperti di Geyser California. Pada lapangan yang didominasi air, arus konveksi air membawa panas dari sumber di kedalaman menuju reservoar. Temperatur reservoar dominasi uap bervariasi antara 60 – 1000C dan kedalamannya bervariasi antara 1500 – 3000 m. Bahkan di beberapa sistem panas bumi dominasi uap yang memproduksi uap kering, suhu dapat mencapai 2500C dengan tekanan antara 30 – 35 bars.
Air yang ada pada reservoar panas bumi dapat berasal dari berbagai macam jenis air, diantaranya dapat berasal dari air meteorik yang masuk beberapa kilometer ke dalam lapisan batuan melaui rekahan ataupun lapisan yang permeabel, air formasi atau air konat yang terjebak pada proses sedimentasi. Sumber lainnya adalah air laut, air metamorfik dan air magma yang merupakan produk pada proses pembentukan batuan metamorf dan batuan beku. Tetapi secara umum, beberapa penelitian seperti Goguel (1953) dan Craig (1963) dalam Panichi & Gonfiantini (1981) dan Hutasoit & Hendrasto (2007) membuktikan bahwa fluida di beberapa reservoar panas bumi sebagian besar berasal dari air meteorik
Menurut Nicholson (1993) evolusi dari fluida panas bumi dapat digambarkan sebagai berikut :
· Fluida panas bumi yang umumnya berasal dari air meteorik masuk ke dalam kulit bumi hingga ke lapisan permeabel dan tersirkulasi pada kedalaman 5 – 7 km.
· Kemudian fluida ini terpanaskan dan bereaksi dengan batuan induk serta naik ke lapisan atas melalui proses konveksi.
· Air pada bagian dalam ini utamanya adalah jenis klorida serta jenis lain yang secara langsung ataupun tidak langsung berasal dari air klorida ini. Di kedalaman, kandungan klorida biasanya mencapai 1.000 – 10.000 mg/kg Cl pada temperatur sekitar 3500 C.
· Ketika fluida panas bumi naik menuju permukaan, tekanan hidrostatiknya akan menurun, sehingga akan mencapai titik dimana gas dan uap akan terpisah dari fasa cair. Fasa ini dikenal dengan “boiling”. Titik ini merupakan proses yang sangat penting dalam mengontrol komposisi kimia fluida dan uap
Author : Yudi Rahayudin
WhatsApp us