Dalam rangka memperingati ulang tahun pertama Society of Petroleum Engineering (SPE) PEM Akamigas SC, SPE STEM Akamigas SC mengadakan serangkaian kegiatan yang mengusung tema ”Changing and Developing Society for Indonesia Better Future”.
Kegiatan pertama yang sekaligus membuka 1st Anniversary Of SPE PEM Akamigas SC adalah talkshow “Women’s Path in Petroleum” (WPIP) yang mengangkat tema “Begin your Path and be the next Women in Chair”. Talkshow apik yang menyoroti sisi unik dari karir wanita di Industri migas ini diselenggarakan pada hari Rabu tanggal 3 Oktober 2018 di Grha Oktana dengan dihadiri oleh lebih dari 150 mahasiswi PEM Akamigas yang dengan antusias mengikuti jalannya acara.
Dengan mendatangkan srikandi dunia migas sebagai Pembicara, WPIP mengupas bagaimana seorang wanita mampu bertahan dalam pekerjaan yang mayoritas diisi oleh kaum adam. Materi ini dibawakan secara apik oleh Pembicara, yaitu Maria Benedicta yang menjabat sebagai Production Project Supervisor Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL). Talkshow yang dipandu oleh moderator Hisyam Ali dan Alfia ini berjalan sangat interaktif dan penuh dengan motivasi bagi calon-calon srikandi dunia migas dari PEM Akamigas.
Maria sendiri telah berkecimpung di dunia migas dan bergabung di Exxon sejak tahun 2009. Srikandi hebat satu ini mengawali karirnya sebagai Project Engineer dan ditempatkan di Aceh Production Operation (APO), satu tahun kemudian ia pindah ke Kalimantan tepatnya di Coal Bed Methane (CBM) Project milik Exxon selama kurun waktu dua tahun. Pada tahun 2013 barulah ia ditempatkan di kantor pusat Jakarta, ExxonMobil Indonesia, hingga saat ini. Setiap minggunya Maria harus menempuh perjalanan pulang – pergi Bojonegoro-Jakarta guna menggarap Banyu Urip Field. Wanita alumnus Institut Teknologi Bandung tersebut menceritakan perjalanan karirnya hingga sampai saat ini, suka duka, dan tips serta trik bagaimana cara bertahan di dunia migas bagi wanita.
Dalam acara WPIP, Maria memberi motivasi untuk mahasiswi PEM Akamigas, bahwa tidak ada batasan atas perbedaan gender untuk setiap pekerjaan di industri migas. Justru sebagai wanita, harus bisa membuktikan bahwa wanita-pun juga bisa melakukan apa yang pria kerjakan.
”Bahkan acapkali beberapa pekerjaan di lapangan itu akan lebih banyak berhasil apabila dikerjakan oleh perempuan, sebab laki-laki akan lebih menggunakan pikirannya ketika bekerja sementara perempuan lebih dominan menggunakan perasaan. Namun ternyata empati dan intuisi perempuan akan sangat berguna ketika diaplikasikan pada pekerjaan di lapangan”, tutur Maria.
Apa yang dilihat oleh perusahaan adalah kontribusi, bukan berdasarkan gender.
“Menjadi Srikandi di dunia migas memang bukan hal yang mudah. Menjadi minoritas merupakan konsekuensi yang harus diterima, dan mengerjakan apa yang biasa laki-laki kerjakan juga tidaklah gampang. Butuh kesabaran, keuletan, dan usaha yang lebih di dalamnya. Namun apabila itu dikerjakan sungguh-sungguh pasti akan membuahkan hasil.” imbuhnya. (maulina/spe)
WhatsApp us