Desa Kapuan, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, merupakan desa yang cukup punya nama karena adanya industri rumah tangga penghasil tahu. Pada umumnya, industri skala rumah tangga ini karena keterbatasan peralatan, akan membuang limbah tahu langsung ke parit atau sungai. Akibatnya, selain dari timbulnya aroma yang tidak sedap akibat dari proses pemecahan protein yang mengandung sulfur, limbah tahu ini juga bisa menimbulkan bibit penyakit.
Menurut Toegas S. Soegiarto sebagai ketua tim pengabdian masyarakat PEM Akamigas untuk pembuatan peralatan biogas dari limbah cair tahu, ada dua jenis limbah dari pengolahan industri tahu ini yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah cair merupakan bagian terbesar yang kaya akan protein sekitar 40-60%, karbohidrat 25-50%, lemak 10%, dan senyawa organiknya yang masih tinggi. “Ini merupakan hasil dari proses pencucian, perendaman, dan pembuangan cairan dari cairan padatan tahun dan cairan dari proses produksi,” ujar Toegas.
Peralatan ini sudah dipasang di industri tahu milik Suwarno, dan setelah dilakukan uji coba dan berhasil. Kini peralatan ini diserahterimakan kepada keluarga Suwarno untuk pemanfaatannya lebih lanjut (30/10/2021). “Selain untuk mengurangi pencemaran, rupanya limbah tahu ini memiliki fungsi ganda, bisa juga untuk bahan bakar rumah tangga,” ujar Haryono, Kepala Desa Kapuan.
Toegas juga menjelaskan bahwa limbah cair tahu ini pemanfaatannya masih belum optimal atau bahkan hanya dibuang begitu saja pada perairan. Padahal limbah cair tahu dapat dijadikan bahan baku untuk menghasilkan energi terbarukan dalam bentukan biogas yang diproses pada suatu alat Digester.
“Teknologi ini merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesulitas masyarakat akibat kenaikan harga BBM, karena bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar masak hingga penerangan rumah tangga. Terutama untuk industry kecil poduksi tahu ini,” ujar Toegas. (drm)
WhatsApp us